Selasa, 13 Desember 2011

Mujahadah, Perjuangan Manusia Menaklukan Hawa Nafsu

Mujahadah, Perjuangan Manusia Menaklukan Hawa Nafsu

Musuh terbesar manusia  adalah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, karena watak hawa nafsu condong kepada keburukan, lari dari kebaikan, dan memerintahkan kepada keburukan seperti yang dikatakan Zulaikha dalam Al-Quran, 
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf:53)
Selain itu, watak hawa nafsu ialah sering bermalas-malasan, santai dan menganggur, serta larut dalam syahwat. Jika manusia mengetahui itu semua, maka hendaklah ia memobilisasi dirinya untuk berjuang melawan hawa nafsunya serta berusaha dengan sungguh-sungguh  mengerjakan apa yang tidak ia kerjakan dengan serius, dan mengganti apa yang ia sia-siakan dan ia tinggalkan. Dan membawa dirinnya ke dalam pembinaan seperti itu hingga dirinya menjadi tentram, bersih, dan menjadi baik. Itulah tujuan utama mujahadah (perjuangan) terhadapa hawa nafsu.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Ketika seseorang berjuang  melawan dirinya agar menjadi baik, bersih, suci, tentram, berhak mendapat kemuliaan Allah Ta’ala, dan keridhaan-Nya, maka ia mengetahui bahwa ini adalah jalan orang-orang yang shalih dan orang-orang yang jujur, kemudian ia berjalan di atas jalan tersebut karena ingin meniru mereka dan menapaktilasi jejak-jejak mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja melakukan qiyamul lail hingga kedua kakinya bengkak. Tentang hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, kemudia beliau menjawab,
“Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur.” (Diriwayatkan Muslim).
Adakah mujahadah yang lebih tinggi dari mujahdah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas? Demi Allah, tidak ada.
Pernah suatu hari Umar Bin Khaththab radhiyallahu anhu luput dari shalat ashar berjama’ah  maka beliau memarahi dirinya dan langsung bersedakah dengan area tanahnya yang harganya kira-kira dua ratus ribu dirham.
Jika Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ketinggalan shalat jama’ah, ia menghidupkan (tidak tidur untuk ibadah) malam harinya. Pada suatu hari, ia menunda shalat Maghrib hingga dua bintnag terbit, kemudian ia memerdekakan dua budaknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Manusia terbaik ialah orang yang panjang umurnya, dan baik amal perbuatannya.” (diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia menghasankannya).
Cukuplah kisah di atas sebagai renungan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum saja menggapai ridha Allah dengan bermujahadah, lalu bagaimana dengan kita?……….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar