SEMEDI, DZIKIR, MEDITASI dan KONTEMPLASI |
Meditasi
bisa disamakan dengan ZIKIR, malahan dalam istilah Jawa hal ini
biasanya disebut dengan “ manekung “ yang berasal dari kata “ tekung “
yang bermakna sebagai sikap yang “ tunduk “ atau menundukkan diri.
Dalam khazanah pendaki Spiritual ( sufisme ) zikir berarti secara
terus-menerus menyebut kata-kata tertentu secara berulang-ulang.
Biasanya berupa kata “ pujian “ terhadap Tuhan Hyang Moho Tunggal yang
pada intinya zikir adalah sebagai formula untuk mengingat –ingat akan
keberadaan Tuhan. Dalam praktiknya zikir berupa aktifitas menuangi
pikiran dan hati dengan nama atau pujian terhadap Tuhan. Atau
menuangkan “ Asma “ Tuhan ke dalam hati dan pikiran sehingga tak ada
nama lain dalam hati dan pikiran tadi selain Asma-Nya.
Lalu
apa yang disebut dengan Meditasi..??. Meditasi adalah MERENUNGKAN atau
MERESAPKAN dan bisa juga bermakna PIKIRAN yang amat DALAM yang
bertujuan untuk mencapai KESADARAN DIRI dan untuk mencapai OBYEK
SPIRITUAL, guna menjadi manusia-manusia yang TERCERAHKAN. Sehingga
dalam prakteknya dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan bisa menjadi
manusia yang penuh KEARIFAN, BIJAK dan KASIH SAYANG terhadap sesama
makhluk dalam segala tindakan dan perbuatannya.
Yah..yah..orang
yang dijaga oleh Tuhan sudah tentu semua kehendak akan dikabulkan-Nya.
Yang dijaga oleh Tuhan adalah orang-orang yang dapat mengendalikan “
daya nafsu “ yang ada dalam dirinya. Daya nafsu tersebut hanya
dikendalikan saja bukan untuk dibasmi…!!. Membasmi daya nafsu sama
dengan menyalahi KODRAD manusia itu sendiri.
Daya
dorong kearah positif dan negatif harus, diselaraskan, diharmoniskan
dan selalu dijaga keseimbangannya. Jika daya nafsu bisa kita kendalikan
dengan baik, itu sama artinya kita telah bergerak untuk menyatukan
DIRI dengan Tuhan Hyang Moho Tunggal. Menyatukan yang saya maksudkan
bukanlah dalam pengertian menyatunya Dzat manusia dengan Dzat Tuhan
loh…??. Bukan demikian..!! Manusia tidak perlu menyatukan DIRINYA
dengan Dzat Tuhan, karena Tuhan keberadaan-Nya sudah meliputi segala
sesuatu. Yang perlu disatukan itu adalah “ Sifat, Asma dan Af’al “
manusia, agar selaras dengan sifat, asma dan af’al Tuhan yang telah
diberikan kepada semua manusia sebagai KODRAD dan IRODAD yang sudah ada
dalam diri setiap manusia. Jadi tugas manusia hanyalah “
MENYELARASKAN, MENYERASIKAN “ dengan Kodrad dan Irodad Tuhan.
Untuk
bisa menyatukan diri dengan Tuhan, manusia dalam berbagai cara
melakukan diantaranya adalah dengan cara MEDITASI, KONTEMPLASI yang
dalam hal ini manusia harus bisa menyatukan segenap PERASAAN dan
PIKIRAN dengan nafasnya dalam bermeditasi. Puncak dari adanya penyatuan
ini biasanya dalam ukuran minim yang bisa terasa adalah timbulnya “
ketenangan Jiwa “ dan tentramnya Qalbu. Ya..ya.. hanya dengan “
mengingat “ Tuhan lah qalbu / hati bisa menjadi tenang ( QS. Ar-Ra’d .
28 )
Meditasi,
Kontemplasi, Dzikir hanyalah sarana dan cara untuk meningkatkan
kesempurnaan SPIRITUAL. Dalam hal ini saya membagi dalam 3 ( tiga )
tahapan yang harus dilakukan dalam bermeditasi, kontemplasi, dzikir :
Pertama,
Bagi
kita yang hendak melakukan meditasi, dzikir dan kontemplasi harus
dapat melakukan dalam khazanah Jawa disebut “ sesaji ing segoro “ yaitu
mengutamakan peranan QALBU, HATI atau NURANI. Kita harus bisa
mengendalikan Hati sehingga pengembaraan dari sang Perasaan, Pikiran
dan daya Nafsu benar-benar menyatu dalam suatu kehendak yang kuat untuk
“ mengeleminir “ dorongan hawa nafsu di dalam semedi ( meditasi ).
Dalam PUJA SEMEDI itu bertujuan untuk MENGOSONGKAN HATI dari segala hal
yang SELAIN Tuhan. Hasrat yang ada di dalam hati lenyap, pikiran telah
diam tak mengembara lagi, senyap dari segala ILUSI…!! Suara nafas kini
sudah tak terdengar lagi, suara Batin tatkala kita melantunkan Dzikir
pun telah hilang dan lenyap yang ada hanyalah CAHAYA KEHENINGAN.
Dalam kondisi demikian hanya SUARA ( Qalam ) Illahi yang bisa masuk dan terekam.
He..he…halah..halah….jangan-jangan
itu suara SYETAN terkutuk yang sengaja menggoda kita…? Jangan-jangan
itu suara IBLIS yang menyelinap di dalam Hati kita…?? begitu bisikan
keragu-raguan yang biasanya ada di dalam benak kita.
Syetan,
Iblis atau apaun namanya TIDAK BAKALAN bisa masuk ke dalam rumah Tuhan
( QALBU ), rumah yang telah dibersihkan dari segala kotoran daya-daya
nafsu. Bukankah perasaan dalam bermeditasi tadi telah SIRNA..?? Segala
perasaan IRI, DENGKI, CEMBURU dan MARAH telah berubah menjadi
KEHENINGAN…?? Hasrat hati dan BIRAHI telh sirna bahkan Angan-anganpun
sudah tiada, tak ada lagi sarana dan wahana bagi si syetan dan Iblis
untuk masuk dalam Hati ( QALBU ) yang sudah “ Hening dan Heneng “.
Kondisi
meditasi, dzikir, kontemplasi yang sudah mencapai “ hening dan heneng “
( diam dan jernih ) tanpa adanya usikan apapun inilah yang dinamakan
oleh orang Jawa sebagai “ Sekar Jempina “ Sebuah keadaan yang Jem
(tenang, tentram), pi ( sunyi, sepi, tersembunyi ), na ( diam dan
berhenti ). Dengan demikian puncak daripada Semedi. Kontemplasi dan
Dzikir adalah tercapainya kondisi yang Jempina.
Kedua,
Semedi,
dzikir, Meditasi atau Kontemplasi merupakan cara untuk membersihkan
diri dari program lama yang masih melekat pada pita kaset kehidupan
ini. Pita hidup ini harus diisi dengan program yang lebih baik
tentunya. Program lama diisi dengan Dzikir ( mengingat ) dan program
baru harus disikan ,melalui perbuatan “ Amal Shaleh “ berupa segala
tindakan dan perbuatan yang bermanfaat, baik bagi diri kita maupun bagi
orang lain dan lingkungannya. Dalam hidup ini semua kenangan pahit
harus dikubur dalam-dalam. Selama Semedi, Meditasi, Dzikir atau
Kontemplasi pita hidup harus dibersihkan dan dikosongkan agar QALAM
Illahi yang tanpa suara dan kata-kata itu bisa terekam oleh KESADARAN
DIRI. Selanjutnya akan bersemilah benih-benih CINTA KASIH dan KERINDUAN
untuk berbuat KEBAJIKAN terhadap sesama. Secara lahiriah Kebajikan itu
dibuktikan dengan “ Budi Pekerti “ yang Hanif, Arif dan Ma’ruf dalam
bersosialisasi dengan kelompok masyarakat. Misalkan saja kita harus
taat hukum ( aturan ) bagi siapa saja. Kesadaran Diri ( Sukma Jati,
Diri Sejati, Sirr ) keberadaanya akan selalu berdampingan dengan yang
namanya “ angan-angan dan keinginan “ karena angan-angan dan keinginan
ini terbit dan keluar dari adanya RASA. Dalam hidup ini, angan-angan
dan keinginan merupakan pasanga hidup dari Diri Sejati. Ia senantiasa
mengikuti sang Diri, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun nanti
setelah mati. Angan-angan dan keinginan tak pernah sirna, Ia merupakan
bagian dari pada hidup. Bukankah hidup tak pernah mati…?? Yang
mengalami mati itu hanyalah Jasad badan kasar yang dikubur dalam tanah.
Sukma Jati ( Diri sejati, Sirr ) tidak akan ikut mati Ia tetap “
Langgeng tan keno Owah- Gingsir ing kahanan jati “ Jika sudah
menyelesaikan tugasnya sebagai Khalifah di bumi, yah..ia akan kembali
kepada Hyang Moho Tunggal, kembali ke Hadirat-Nya di alam kedamaian
Puncak..!!. Sebagaimana firman Tuhan bahwa “ segala yang berasal
dari-Nya akan kembali kepada-Nya “ dan siapa yang bener-bener akan
kembali ke Hadirat-Nya..?? QS. Al Fajr 27 – 30 telah menjawab dengan
tegas. Hanya Jiwa yang tenang saja yang akan kembali ke Hadirat-Nya…!.
Bila
angan-angan dan keinginan itu terus menerus dituruti, ia semakin
lengket pada sang Sukma Jati dan sulit untuk bisa ditinggalkan.
Meskipun Jasad badan kasar telah mati dan terkubur dalam tanah, namu ia
akan terus melekat pada sang Sukma Jati. Jika dalam kehidupan di Bumi
angan-angan dan keinginan ini telah menyesatkan manusia, maka setelah
matinya Jasad badan kasr tadi sang Sukma Jati akan mengalami Kesesatan.
Perilaku buruk merupakan produk dari angan-angan dan pikiran yang
kotor. Pekerti yang buruk merupakan wujud dari keinginan yang tidak
bener. Angan-angan, pikiran dan tingkah laku yang buruk melekat pada
sang Sukma Jati. Dan, mungkinkah Sukma Jati, Diri Sejati, Sirr yang
telah TERSESAT selama di dunia ini akan bisa kembali di Hadirat-Nya…??
Ketiga,
Bila
semedi, meditasi atau kontemplasi yang dilakukan benar-benar sempurna.
Angan-angan, keinginan, pikiran dan ilusi telah lenyap, maka batin
sang meditasi akan sentosa. Dia bebas dari segala macam gangguan batin.
Kecemasan dan kekhawatiran juga lenyap. Tak ada lagi ketakutan
dimana-mana sama saja yang ada hanyalah ketenangan dalam hidup. Di Kota
dan di desa tiadalah berbeda hidup serasa merdeka. Karena sama-sama
dalam perlindungan Gusti Hyang Moho Tunggal. Jika sudah demikian akan
tumbuh dan berkembanglah sebuah sikap untuk “ Hamemayu Hayuning Bawono
Langgeng “ terhadap Alam semesta ini. Jika ungkapan ini terwujud, maka
tiada lagi petaka dan bencana. Jika bumi ini tetap terpelihara dan
dijaga keseimbangannya, bumipun akan tumbuh dengan subur dan tentunya
akan memberikan berkah dan kemakmuran bagi manusia. Manusi-manusianya
akan hidup dalam ketentraman dan kesenangan. Pikiran jernih, keinginan
hanya sebatas yang dibutuhkan oleh diri dan keluarga serta bangsa.
Akhirnya sang Sukma Jati pun akan meninggi dalam keheningan yang
menyelimuti sang pelaku semedi, dzikir, meditasi atau kontemplasi.
Jiwanya akan selalu dalam kedamaian. Dengan demikian hidup di dunia dan
akherat senantiasa dalam kesejahteraan ( khazanah ) dan akan dijauhkan
oleh API BATINIAH yang menyala-nyala dan menjilat-njilat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar