Sabtu, 14 Januari 2012

SHEIKH SITI JENAR

Sheikh Siti Jenar adalah tokoh kontroversial sekaligus legendaris dalam sejarah Islam di Jawa karena "pembangkangan tasawufnya" dan mitos kesaktian yang dimilikinya.
Saat pemerintahan kerajaan Islam Sultan Bintoro Demak I (1409 M). Kehadiran Syeikh Siti Jenar ternyata menimbulkan kontraversi. Pandangan Syeikh Siti Jenar yang mengganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejauh, yang mana dia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang pendapat walisongo, dalil dan Hadits, Siti Jenar dianggap telah merusak ketentraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah. Oleh karena itu legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah desa Krendhasawa. Untuk membawa Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Syeikh Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri).
Nama lain Siti Jenar antara lain seh lemah abang atau lemah abang,seh sitibang,seh sitibrit atau situ abri, Hasan Ali dan Sidi Jenar. Keberadaan Siti Jenar diantara wali wali berbeda beda. Syeikh Siti Jenar yang mengaku mempunyai sifat sifat dan sebagai dzat Tuhan, dimana sebagai manusia mempunyai 20 sifat dikumpulkan didalam budi lestari yang menjadi wujud mutlak dan disebut dzat, tidak ada asal usul serta tujuannya.
Syeikh Siti Jenar menganggap dirinya inkranasi dari dzat yang luhur, bersemangat sakti dan kebal dari kematian, manunggal denganNya. Segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak Dzat Alloh, maha suci, sholat 5 waktu dengan memuji dan dzikir adalah kehendak pribadi manusia dengan dorongan dari badan halusnya. Wujud lahiriya h Siti Jenar adalah Muhammad, mewakili kerosulan, Muhammad bersifat suci, sama sama merasakan kehidupan, merasakan manfaat pancaindera.
Syeikh Siti Jenar mengetahui segala galanya sebelum terucapkan melebihi makhluk lain (kaweruh sakdurunge minarah) karena itu ia juga mengakui sebagai Tuhan. Siti Jenar yang berpegang pada konsep bahwa manusia adalah jelmaan Dzat Tuhan. Maka ia memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang mana jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan dan raga adalah bentuk luar dari jiwa dengan dilengkapi pancaindera maupun organ tubuh.
Syeikh Siti Jenar memandang bahwa pengetahuan tentang kebenaran ketuhanan diperoleh manusia bersamaan dengan penyadaran diri manusia itu sendiri. Dalam pandangan Siti Jenar Tuhan adalah dzat yang mendasari dan sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada, sekaligus menjiwai sebagai sesuatu yang berwujud, yang keberadaan yang tergantung pada adanya dzat itu. Ini dibuktikan dari ucapan Syeikh Siti Jenar bahwa dirinya memiliki sifat sifat Tuhan.
Kaitan ajaran Syeikh Siti Jenar dengan manunggaling kawulo Gusti tidak ada secara eplisit yang menyimpulkan bahwa ajarannya itu adalah Manunggaling kawulo Gusti, yang merupakan asli bagian dari budaya Jawa. Sebab manunggaling kawulo Gusti khususnya dalam konteks religio spiritual. Manunggaling kawulo Gusti adalah tataran yang dapat dicapai tertinggi manusia dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tataran ini adalah Insan kamilnya kaum muslimin. Kalau misalnya dengan kekhusu'an manusia semedi malam ini, ia memperoleh pengalaman mistik atau pengalam religius yang disebut manunggaling kawulo Gusti, sama sekali tidak ada dan manfaatnya kalau besok atau lusa lantas menipu atau mencuri atau tindakan tindakan tercela. Kisah Dewa Ruci adalah yang menceritakan kejujuran dan keberanian membela kebenaran yang tanpa kesucian tak mungkin Bima berjumpa Dewa Ruci.
Manunggaling kawulo Gusti bukan ilmu melainkan hanya suatu pengalaman yang sendirinya tidak ada masalah boleh atau tidak boleh, tidak ada ketentuan. Menurut Sunan Giri faham Syeikh Siti Jenar belum boleh diajarkan kepada masyarakat luas, sebab mereka bisa bingung apalagi saat itu masih banyak orang yang masuk Islam. Sebagaimana seperti percakapan Siti Jenar dengan Sunan Giri:
Pedah punapa mbibingung, ngangelaken ulah ngelmi, njeng Sunan ngandiko, Bener kang koyo sireki, nanging luwih kalupatan, wong wadheh ambuka wadi. Telenge bae pinulung, pulunge tampa aling aling, kurang waskitha ing cipta, lunturing ngelmu sejati, sayekti kanthi nugraha, tan saben wong anampani.
Artinya:
Syeikh Siti Jenar berkata: untuk apa kita membuat bingung, untuk apa kita mempersulit ilmu? sunan Giri berkata: bener yang anda ucapkan, tetapi anda bersalah besar, karena berani membuka ilmu rahasia secara tidak semestinya. Hakekat Tuhan langsung di ajarkan tanpa ditutupi, itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya di anugerahkan kepada mereka yang benar benar telah matang. Tak boleh diberikan begitu saja kepada setiap orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar